Wednesday, February 18, 2015

Biografi Habib Munzir bin Fuead Al-Musawa



Al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa atau lebih dikenal dengan Habib Munzir Al-Musawa atau Habib Munzir (lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973 – meninggal di Jakarta, 15 September 2013 pada umur 40 tahun) adalah Ulama, Da'i, Pengajar, dikenal sebagai pimpinan Majelis Rasulullah SAW yang dakwahnya menjangkau berbagai wilayah di Indonesia, beberapa wilayah nusantara dan dunia. Dakwahnya yang menyentuh berbagai kalangan menjadikan ia banyak dicintai oleh Ummat Islam terutama di wilayah Jabodetabek dan di Nusantara. Habib Munzir adalah murid yang begitu disayangi oleh gurunya Al-Habib Umar bin Hafidz, sedangkan kalangan pemuda muslim yang mengenalnya tidak jarang menjadikan ia sebagai panutan ataupun idola dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Dakwahnya di Indonesia juga tercatat sering di hadiri tokoh-tokoh nasional seperti Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Suryadharma Ali , Fadel Muhammad, Fauzi Bowo dan lain-lain.

Silsilah


Munzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Al-Musawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar As Sakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Hussein dari Fatimah az-Zahra Putri Rasulullah SAW.

Masa kecil

Habib Munzir adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Fuad bin Abdurrahman al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim al-Musawa. Masa kecilnya dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa barat bersama-sama saudara-saudaranya, Ramzy Fuad al-Musawa, Nabiel Al Musawa, Lulu Fuad al-Musawa serta Aliyah Fuad al-Musawa.
Ayahnya lahir di Kota Palembang dan dibesarkan di Mekkah al-Mukarromah, setelah lulus pendidikan jurnalistik di New York University, Amerika Serikat, ayahnya kemudian bekerja sebagai seorang wartawan luar negeri selama sekitar 40 tahun, berawal dari harian Berita Yudha dan selanjutnya harian Berita buana. Pada tahun 1996 ayahnya wafat dan dimakamkan di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
Habib Munzir berkata "Saya adalah seorang anak yang sangat dimanja oleh ayah saya. Ayah saya saya selalu memanjakan saya lebih dari anaknya yang lainnya."
Seusai menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA), Habib Munzir mulai mendalami Ilmu Syariat Islam di Ma'had Assafaqah, yang ketika itu di pimpin Al-Habib Abdurrahman Assegaf, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus Bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur, lalu memperdalam lagi Syari'ah Islamiyah di Ma'had al-Khairat, Bekasi Timur.
Keilmuan Syariahnya kemudian lebih didalami di Ma'had Dar-al Musthafa, Tarim, Hadhramaut, Yaman, selama empat tahun, disana Habib Munzir mendalami Ilmu Fiqih, Ilmu Tafsir Al-Qur'an, Ilmu Hadits, Ilmu Sejarah, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Mahabbaturrasul SAW, Ilmu Dakwah, dan berbagai Ilmu Syari'ah lainnya

Putus Sekolah

Dimasa baligh, ia pernah putus sekolah, Munzir muda lebih senang hadir majelis maulid Almarhum Al Arif billah Al-habib Umar bin Hud al-Attas, dan Majelis taklim kamis sore di Empang, Bogor, yang pada masa itu membahas kajian Fathul Baari oleh Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin al-Attas. Sementara di masa yang hampir bersamaan saudara-saudara kandungnya berhasil membanggakan orangtua mereka dalam meraih prestasi wisuda. Hal ini mengundang kekecewaan kedua orangtua Munzir muda.
Ayahnya pernah berkata " kau ini mau jadi apa?, jika mau agama maka belajarlah dan tuntutlah ilmu sampai keluar negeri, jika ingin mendalami ilmu dunia maka tuntutlah sampai keluar negeri, namun saranku tuntutlah ilmu agama, aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan keberuntungan apa-apa dari kebanggaan orang yang sangat menyanjung negeri barat, walau aku sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses di dunia kecuali dg kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku menghindari itu."
Menurut Habib Munzir, itulah yang mendorong almarhum ayahnya lebih memilih hidup dalam kesederhanaan di cipanas, cianjur, Puncak, Jawa barat. Ayahnya (Al-Habib Fuad bin Abdurrahman al-Musawa) lebih senang menyendiri dari ibukota, membesarkan anak-anaknya, mengajari anak-anaknya mengaji, ratib, dan shalat berjamaah. Habib Munzir merasa sangat mengecewakan kedua orangtuanya karena belum memiliki cita-cita yang pasti, dunia tidak akhiratpun tidak.

Kunjungan Habib Umar bin Hafidz

Selang beberapa waktu setelah ziarah, kemudian ia masuk pesantren Al-Habib Hamid Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi Timur, ia selalu menangis dan berdo'a kepada Allah swt dan rindu kepada Rasulullah SAW dan meminta untuk dipertemukan dengan guru yang paling dicintai Rasulullah SAW saat mahal qiyam maulid,
Dalam beberapa bulan kemudian datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidz ke pondok itu, kunjungan pertama ia yaitu pada 1994.
Habib Munzir berkata "selepas ia menyampaikan ceramah, ia melirik saya dengan tajam, saya hanya menangis memandangi wajah sejuk itu, lalu saat ia sudah naik ke mobil bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka Guru Mulia memanggil Habib Nagib Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa ia ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut, Yaman untuk belajar dan menjadi murid ia"
"Guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar mengatakan saya sangat belum siap, belum bisa bahasa arab, murid baru dan belum tahu apa apa, mungkin ia salah pilih..?.Maka guru mulia menunjuk saya. Itu.. anak muda yang pakai peci hijau itu..!, itu yang saya inginkan. Maka Guru saya Habib Nagib memanggil saya untuk jumpa ia, lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yang pintunya masih terbuka : siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab karena tak faham, maka guru saya Habib Nagib menjawab : kau ditanya siapa namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum.."
Keesokan harinya Habib Munzir berjumpa lagi dengan Al-Habib Umar bin Hafidz di kediaman Almarhum Al-Habib Bagir al-Attas, saat itu banyak para Habaib dan Ulama mengajukan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid Al-Habib Umar bin Hafidz. Berkata Habib Munzir "maka guru mulia mengangguk angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia melihat saya dikejauhan, lalu ia berkata pada almarhum Habib Umar Maula Khela : itu.. anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yang pakai peci hijau itu..!, guru mulia kembali ke Yaman, sayapun langsung ditegur guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar, seraya berkata : wahai Munzir, kau harus siap-siap dan bersungguh sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat sebelum siap.."

Berangkat ke Tarim

Dua bulan setelah pertemuan dengan Al-Habib Umar bin Hafidz, datanglah Almarhum Al-Habib Umar Mulakhela ke pesantren dan menanyakan Habib Munzir, Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela berkata pada Al-Habib Nagib:
"Mana itu Munzir, anaknya Al-Habib Fuad al-Musawa? Dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi untuk memberangkatkannya."
Saat itu Habib Nagib berkata: "saya belum siap"
Namun Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela dengan tegas menjawab :"Saya tidak mau tahu, namanya sudah tercantum untuk harus berangkat, ini permintaan Al-Habib Umar bin Hafidz, ia harus berangkat dalam dua minggu ini bersama rombongan pertama"
Kemudian Habib Munzir bergegas mempersiapkan paspor dan lain-lainya. Ayahnya sempat keberatan dan berkata:"Kau sakit-sakitan, kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke Hadhramaut itu ayah tak ada kenalan, disana negeri tandus, bagaimana kalau kau sakit? Siapa yang menjaminmu ?"
Menanggapi hal ini Habib Munzir mengadukannya kepada Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud al-Attas, yang saat itu sudah sangat sepuh dan kemudia berkata: "Katakan pada ayahmu, saya yang menjaminmu, berangkatlah."
Setelah mendengar nasehat Al Habib Umar bin Hud al-Attas, Habib Munzir menemui ayahnya, namun hanya diam, hatinya berat melepas keberangkatan Habib Munzir.

Habib Munzir di Tarim

Ketika berada di Tarim, Hadhramaut, Yaman, pernah terjadi perang Yaman Utara dan Yaman Selatan, hal ini memicu kekurangan pasokan makanan, matinya listrik, semua pelajar ketika itu menempuh perjalanan untuk taklim dengan jarak sekitar 3-4 km.
Dua tahun kemudian setelah di Yaman, ketika menuntut ilmu di Dar-al Musthafa, pesantren yang di asuh oleh Al-Habib Umar bin Hafidz, dikabarkan bahwa ayahnya sakit dan menelepon dengan berkata: "Kapan kau pulang wahai anakku..?Aku rindu..?"
Habib Munzir menjawab: "Dua tahun lagi insya Allah ayah"
Ayahnya menjawab: "duh...masih lama sekali"
Tiga hari berselang ayahnya dikabarkan wafat.

Kembali Ke Jakarta & Mulai Berdakwah

Habib Munzir kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah sendiri di Cipanas. Namun karena kurang berkembang, ia memindahkan dakwahnya ke Jakarta pada Majelis Malam Selasa, dengan mengunjungi rumah-rumah murid sekaligus teman, murid-muridnya lebih tua dari ia, dan berasal dari kalangan awam.
Ketika kemudian dimulai Maulid Dhiya'ullami jama'ah semakin banyak, selanjutnya majelis mulai berpindah-pindah dari musholla ke musholla, semakin terus bertambah banyak, maka mulailah majelis dari masjid ke masjid.Sehingga Habib Munzir mulai membuka majelis di malam lainnya dan menetapkannya di Masjid Al-Munawar. Majelis semakin berkembang hingga mulai membutuhkan kop surat, undangan dan sebagainya. Semenjak itu mulai muncul ide pemberian nama, para jamaahnya mengusulkan memberikan nama Majelis Habib Munzir, namun ia menolak lantas menetapkan nama Majelis Rasulullah.
Dakwahnya Habib Munzir semakin meluas hingga jutaan jamaah yang menyentuh semua kalangan dan berbagai wilayah, mulai dari Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Mataram, kalimantan, Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, hingga sampai ke Jepang

Meninggal Dunia

Menurut penuturan anak kedua dari Habib Munzir, pada hari Minggu sebelum meninggalnya ayahnya, dirumah mereka sedang ramai dikarenakan ada pengajian Majelis An-Nisa Rasulullah SAW. Beberapa saat keluarga sempat mencari-cari Habib Munzir karena tidak diketahui sedang dimana, sementara sandal dan mobilnya masih ada dirumah. Ketika pintu kamar mandi diketuk dan tidak ada sahutan, akhirnya pintu di dobrak dan ditemui Habib Munzir sudah tidak sadarkan diri.

Habib Munzir pun dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, berselang dua jam kemudian,, dan setelah menjalani pemeriksaan medis kata dokter ia telah tiada, Menurut penuturan kerabatnya, Habib Munzir meninggal karena serangan jantungKabar Meninggalnya Habib Munzir menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru Indonesia, salah satu sumber beritanya adalah akun twitter kakaknya Al-Habib Nabiel Al Musawa., dan juga situs resmi Majelis Rasulullah.

Habib Munzir yang memiliki penyakit asma kronis sejak kecil dan sering keluar-masuk rumah sakit. Pada Juni tahun 2012 Habib Munzir pernah rebah tidak berdaya diruang opname Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dengan mesin deteksi jantung disampingnya. Berdasarkan berita pada situs resmi Majelis Rasulullah, bertanggal 20 Juni 2012 bahwa semalam sebelumnya, yakni pada 19 Juni 2012 Habib Munzir keluar dengan paksa dan memaksakan dirinya untuk berangkat ke majelis, yang ternyata majelis itu teramat jauh, berkisar 1 jam dari ujung tol Cikampek, 200 km jarak tempuh diperkirakan pergi dan pulang, habib sangat kelelahan dan sangat tidak menyangka jarak majelis sejauh itu. Ditanggal 20 Juni 2012 ia selesai melaksanakan operasi Jantung esoknya hari kamis ia keluar paksa dari RSCM karena “Suatu Hal”.

Sebelum meninggal, Habib Munzir juga pernah dioperasi karena ada cairan di perutnya. Penyakit tersebut sempat menganggu aktivitas Habib Munzir dalam berdakwah. Meskipun sedang dirundung rasa sakit, soal urusan dakwah, Habib Munzir, menurut kakaknya Nabil, tidak pernah memikirkan sakitnya.

No comments:

Post a Comment