Al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa
atau lebih dikenal dengan Habib Munzir Al-Musawa atau Habib Munzir (lahir di
Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973 – meninggal di Jakarta, 15
September 2013 pada umur 40 tahun) adalah Ulama, Da'i, Pengajar, dikenal
sebagai pimpinan Majelis Rasulullah SAW yang dakwahnya menjangkau berbagai
wilayah di Indonesia, beberapa wilayah nusantara dan dunia. Dakwahnya yang
menyentuh berbagai kalangan menjadikan ia banyak dicintai oleh Ummat Islam
terutama di wilayah Jabodetabek dan di Nusantara. Habib Munzir adalah murid
yang begitu disayangi oleh gurunya Al-Habib Umar bin Hafidz, sedangkan
kalangan pemuda muslim yang mengenalnya tidak jarang menjadikan ia sebagai
panutan ataupun idola dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Dakwahnya di
Indonesia juga tercatat sering di hadiri tokoh-tokoh nasional seperti Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Suryadharma Ali , Fadel Muhammad,
Fauzi Bowo dan lain-lain.
Silsilah
Munzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil
bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin
Ahmad Al-Musawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar As Sakran bin
Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin
Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali'
Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin
Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far ash-Shadiq bin
Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Hussein dari Fatimah az-Zahra Putri
Rasulullah SAW.
Masa kecil
Habib Munzir adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan
Fuad bin Abdurrahman al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim al-Musawa. Masa kecilnya
dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa barat bersama-sama saudara-saudaranya, Ramzy
Fuad al-Musawa, Nabiel Al Musawa, Lulu Fuad al-Musawa serta Aliyah Fuad
al-Musawa.
Ayahnya lahir di Kota Palembang dan dibesarkan di Mekkah al-Mukarromah, setelah
lulus pendidikan jurnalistik di New York University, Amerika Serikat, ayahnya
kemudian bekerja sebagai seorang wartawan luar negeri selama sekitar 40 tahun,
berawal dari harian Berita Yudha dan selanjutnya harian Berita buana. Pada
tahun 1996 ayahnya wafat dan dimakamkan di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
Habib Munzir berkata "Saya adalah seorang anak yang sangat dimanja
oleh ayah saya. Ayah saya saya selalu memanjakan saya lebih dari anaknya yang
lainnya."
Seusai menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA), Habib Munzir mulai
mendalami Ilmu Syariat Islam di Ma'had Assafaqah, yang ketika itu di pimpin
Al-Habib Abdurrahman Assegaf, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, lalu
mengambil kursus Bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur, lalu memperdalam
lagi Syari'ah Islamiyah di Ma'had al-Khairat, Bekasi Timur.
Keilmuan Syariahnya kemudian lebih didalami di Ma'had Dar-al Musthafa,
Tarim, Hadhramaut, Yaman, selama empat tahun, disana Habib Munzir mendalami
Ilmu Fiqih, Ilmu Tafsir Al-Qur'an, Ilmu Hadits, Ilmu Sejarah, Ilmu Tauhid, Ilmu
Tasawuf, Mahabbaturrasul SAW, Ilmu Dakwah, dan berbagai Ilmu Syari'ah lainnya
Putus Sekolah
Dimasa baligh, ia pernah putus sekolah, Munzir muda lebih senang
hadir majelis maulid Almarhum Al Arif billah Al-habib Umar bin Hud al-Attas,
dan Majelis taklim kamis sore di Empang, Bogor, yang pada masa itu membahas
kajian Fathul Baari oleh Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin al-Attas.
Sementara di masa yang hampir bersamaan saudara-saudara kandungnya berhasil
membanggakan orangtua mereka dalam meraih prestasi wisuda. Hal ini mengundang
kekecewaan kedua orangtua Munzir muda.
Ayahnya pernah berkata " kau ini mau jadi apa?, jika mau
agama maka belajarlah dan tuntutlah ilmu sampai keluar negeri, jika ingin
mendalami ilmu dunia maka tuntutlah sampai keluar negeri, namun saranku
tuntutlah ilmu agama, aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan
keberuntungan apa-apa dari kebanggaan orang yang sangat menyanjung negeri
barat, walau aku sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses
di dunia kecuali dg kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku
menghindari itu."
Menurut Habib Munzir, itulah yang mendorong almarhum ayahnya
lebih memilih hidup dalam kesederhanaan di cipanas, cianjur, Puncak, Jawa
barat. Ayahnya (Al-Habib Fuad bin Abdurrahman al-Musawa) lebih senang
menyendiri dari ibukota, membesarkan anak-anaknya, mengajari anak-anaknya
mengaji, ratib, dan shalat berjamaah. Habib Munzir merasa sangat mengecewakan
kedua orangtuanya karena belum memiliki cita-cita yang pasti, dunia tidak
akhiratpun tidak.
Kunjungan Habib Umar bin Hafidz
Selang beberapa waktu setelah ziarah, kemudian ia masuk
pesantren Al-Habib Hamid Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi Timur, ia selalu
menangis dan berdo'a kepada Allah swt dan rindu kepada Rasulullah SAW dan
meminta untuk dipertemukan dengan guru yang paling dicintai Rasulullah SAW saat
mahal qiyam maulid,
Dalam beberapa bulan kemudian datanglah Guru Mulia Al Musnid Al
Allamah Al Habib Umar bin Hafidz ke pondok itu, kunjungan pertama ia yaitu pada
1994.
Habib Munzir berkata "selepas ia menyampaikan ceramah, ia
melirik saya dengan tajam, saya hanya menangis memandangi wajah sejuk itu, lalu
saat ia sudah naik ke mobil bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka
Guru Mulia memanggil Habib Nagib Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa
ia ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut, Yaman untuk belajar dan menjadi murid
ia"
"Guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar mengatakan saya
sangat belum siap, belum bisa bahasa arab, murid baru dan belum tahu apa apa,
mungkin ia salah pilih..?.Maka guru mulia menunjuk saya. Itu.. anak muda yang
pakai peci hijau itu..!, itu yang saya inginkan. Maka Guru saya Habib Nagib
memanggil saya untuk jumpa ia, lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yang
pintunya masih terbuka : siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak
bisa menjawab karena tak faham, maka guru saya Habib Nagib menjawab : kau
ditanya siapa namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia
tersenyum.."
Keesokan harinya Habib Munzir berjumpa lagi dengan Al-Habib Umar
bin Hafidz di kediaman Almarhum Al-Habib Bagir al-Attas, saat itu banyak para
Habaib dan Ulama mengajukan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid
Al-Habib Umar bin Hafidz. Berkata Habib Munzir "maka guru mulia mengangguk
angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia melihat
saya dikejauhan, lalu ia berkata pada almarhum Habib Umar Maula Khela : itu..
anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yang pakai peci hijau itu..!, guru mulia
kembali ke Yaman, sayapun langsung ditegur guru saya Habib Nagib bin Syeikh
Abubakar, seraya berkata : wahai Munzir, kau harus siap-siap dan bersungguh
sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat sebelum
siap.."
Berangkat ke Tarim
Dua bulan setelah pertemuan dengan Al-Habib Umar bin Hafidz,
datanglah Almarhum Al-Habib Umar Mulakhela ke pesantren dan menanyakan Habib
Munzir, Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela berkata pada Al-Habib Nagib:
"Mana itu Munzir, anaknya Al-Habib Fuad al-Musawa? Dia
harus berangkat minggu ini, saya ditugasi untuk memberangkatkannya."
Saat itu Habib Nagib berkata: "saya belum siap"
Namun Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela dengan tegas menjawab
:"Saya tidak mau tahu, namanya sudah tercantum untuk harus berangkat, ini
permintaan Al-Habib Umar bin Hafidz, ia harus berangkat dalam dua minggu ini
bersama rombongan pertama"
Kemudian Habib Munzir bergegas mempersiapkan paspor dan
lain-lainya. Ayahnya sempat keberatan dan berkata:"Kau sakit-sakitan,
kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke
Hadhramaut itu ayah tak ada kenalan, disana negeri tandus, bagaimana kalau kau sakit?
Siapa yang menjaminmu ?"
Menanggapi hal ini Habib Munzir mengadukannya kepada Almarhum
Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud al-Attas, yang saat itu sudah sangat sepuh
dan kemudia berkata: "Katakan pada ayahmu, saya yang menjaminmu,
berangkatlah."
Setelah mendengar nasehat Al Habib Umar bin Hud al-Attas, Habib
Munzir menemui ayahnya, namun hanya diam, hatinya berat melepas keberangkatan
Habib Munzir.
Habib Munzir di Tarim
Ketika berada di Tarim, Hadhramaut, Yaman, pernah terjadi perang
Yaman Utara dan Yaman Selatan, hal ini memicu kekurangan pasokan makanan,
matinya listrik, semua pelajar ketika itu menempuh perjalanan untuk taklim
dengan jarak sekitar 3-4 km.
Dua tahun kemudian setelah di Yaman, ketika menuntut ilmu di
Dar-al Musthafa, pesantren yang di asuh oleh Al-Habib Umar bin Hafidz,
dikabarkan bahwa ayahnya sakit dan menelepon dengan berkata: "Kapan kau
pulang wahai anakku..?Aku rindu..?"
Habib Munzir menjawab: "Dua tahun lagi insya Allah
ayah"
Ayahnya menjawab: "duh...masih lama sekali"
Tiga hari berselang ayahnya dikabarkan wafat.
Kembali Ke Jakarta & Mulai Berdakwah
Habib Munzir kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai
berdakwah sendiri di Cipanas. Namun karena kurang berkembang, ia memindahkan
dakwahnya ke Jakarta pada Majelis Malam Selasa, dengan mengunjungi rumah-rumah
murid sekaligus teman, murid-muridnya lebih tua dari ia, dan berasal dari
kalangan awam.
Ketika kemudian dimulai Maulid Dhiya'ullami jama'ah semakin
banyak, selanjutnya majelis mulai berpindah-pindah dari musholla ke musholla,
semakin terus bertambah banyak, maka mulailah majelis dari masjid ke masjid.Sehingga
Habib Munzir mulai membuka majelis di malam lainnya dan menetapkannya di Masjid
Al-Munawar. Majelis semakin berkembang hingga mulai membutuhkan kop surat,
undangan dan sebagainya. Semenjak itu mulai muncul ide pemberian nama, para
jamaahnya mengusulkan memberikan nama Majelis Habib Munzir, namun ia menolak
lantas menetapkan nama Majelis Rasulullah.
Dakwahnya Habib Munzir semakin meluas hingga jutaan jamaah
yang menyentuh semua kalangan dan berbagai wilayah, mulai dari Jabodetabek,
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Mataram, kalimantan,
Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, hingga sampai ke Jepang
Meninggal Dunia
Menurut penuturan anak kedua dari Habib Munzir, pada hari Minggu
sebelum meninggalnya ayahnya, dirumah mereka sedang ramai dikarenakan ada pengajian
Majelis An-Nisa Rasulullah SAW. Beberapa saat keluarga sempat mencari-cari
Habib Munzir karena tidak diketahui sedang dimana, sementara sandal dan mobilnya
masih ada dirumah. Ketika pintu kamar mandi diketuk dan tidak ada sahutan,
akhirnya pintu di dobrak dan ditemui Habib Munzir sudah tidak sadarkan diri.
Habib Munzir pun dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo,
berselang dua jam kemudian,, dan setelah menjalani pemeriksaan medis kata
dokter ia telah tiada, Menurut penuturan kerabatnya, Habib Munzir meninggal
karena serangan jantungKabar Meninggalnya Habib Munzir menyebar dengan cepat ke
berbagai penjuru Indonesia, salah satu sumber beritanya adalah akun twitter
kakaknya Al-Habib Nabiel Al Musawa., dan juga situs resmi Majelis Rasulullah.
Habib Munzir yang memiliki penyakit asma kronis sejak kecil dan
sering keluar-masuk rumah sakit. Pada Juni tahun 2012 Habib Munzir pernah rebah
tidak berdaya diruang opname Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dengan
mesin deteksi jantung disampingnya. Berdasarkan berita pada situs resmi Majelis
Rasulullah, bertanggal 20 Juni 2012 bahwa semalam sebelumnya, yakni pada 19
Juni 2012 Habib Munzir keluar dengan paksa dan memaksakan dirinya untuk
berangkat ke majelis, yang ternyata majelis itu teramat jauh, berkisar 1 jam
dari ujung tol Cikampek, 200 km jarak tempuh diperkirakan pergi dan pulang,
habib sangat kelelahan dan sangat tidak menyangka jarak majelis sejauh itu.
Ditanggal 20 Juni 2012 ia selesai melaksanakan operasi Jantung esoknya hari
kamis ia keluar paksa dari RSCM karena “Suatu Hal”.
Sebelum meninggal, Habib Munzir juga pernah dioperasi karena ada
cairan di perutnya. Penyakit tersebut sempat menganggu aktivitas Habib Munzir
dalam berdakwah. Meskipun sedang dirundung rasa sakit, soal urusan dakwah,
Habib Munzir, menurut kakaknya Nabil, tidak pernah memikirkan sakitnya.
No comments:
Post a Comment